Jumat, 12 Juli 2013

IMPIAN 13 TAHUN LALUKU

Karya Jovita Lola Edria

*** Keterangan ***
Onessan : Kakak perempuan
Onissan : kakak laki - laki
Okaasan : Ibu

*** Kayato ***
Inilah musim dingin di tahun ke 13 setelah kami berpisah. Pikiranku mulai mengingat kejadian 13 tahun lalu di taman kota dekat harajuku. Kami berjanji akan bertemu di taman ini. Memandang bintang di langit yang memantulkan ribuan percik cahaya. Memahat nama di pohon sakura tertua di taman itu. Aku masih duduk disini. Duduk di bawah pohon sakura. Menggunakan mantel putih bersihse lutut. Menggunakan sweater rajut berwarna coklat, celana coklat yang lebih tua dari coklat sweater, dan memakai boots putih tulang.
Sudah setengah jam setelah kami bertelefon. Aku tak sabar menunggu kami bertemu lagi. Di benakku bertanya – tanya. Bagaimana dia sekarang. Bagaimana sifat di sekaran. Dan apakah ia masih mencintai ku seperti aku mencintainya..
Impian 13 Tahun Laluku
Malam ini harajuku dipenuhi orang berlalulalang. Ada yang berbelanja atau sekedar nongkrong bersama teman. Jalan sempit yang di hiasi puluhan toko ini selalu ramai pengunjung. Apalagi ini hari Minggu. Sudah hampir 3jam aku menunggu disini. Gelisah dan cemas. Aku takut dia mengalami hal yang buruk. Masih dengan mengusap – usap tangan dan menyemburkan uap putih dari mulutku.
“Kayato-Chan!!” suara teriakan yang sudah ku kenal menyambutku. Hatiku berubah gembira. Aku langsung menoleh ke belakang dengan cepat.
“Ishi.. um ‘Onessan’, ada apa?” kataku, walau kecewa aku masih mengembankan senyum.
“aku hanya berjalan di dekat sini, dan melihatmu melamun. Kau menunggu siapa?” tanyanya menghampiriku.
“Em anu..” jawabku terbata – bata.
“Ishida-kun kah?” tanyanya memastikan.
“iya apa Onessan tau?” tayaku.
“dia sudah take off dari bandara 3 jam yang lalu, sepertinya dia seng terburu – buru.” Katanya.
“Ah, terimakasih Onessan!” kataku membugkukkan badan dan berlalri. Berlari tanpa tujuan. Aku mendapat frasat buruk tentang Ishida. Aku berlari dan terus berlari sampai akhirnya aku mendapati kerumunan orang di persimpangan harajuku sebelah barat.
“ah kasian sekali”; “iya”. Kerumunan itu melihat dengan prihatin. Aku lalu mendesak keluar dan mendapati pria jangkung yang terkapar tak berdaya dengan sekujur tubuh yang berlumuran darah. Bulu kudukku merinding, menghadapi kenyataan. Bahwa pria itu adalah..
“ ‘Onissan’!!!!” pelupuk mataku sudah tak dapat membendug airmata ini.

Dengan pipi berlumuran air mata. Jalan yang mulai gontai. Wajah yang memucat. Bibir yang mengering. Aku jatuh terduduk di sampin pria itu. Tanganku yang muli berlumuran darah. Memeluk pria itu. Aku tak dapat membendung airmata.
“Onissan!!! Bangun!!!!” teriakku berkali – kali.
Polisi mulai mengangkat korban. Dan membawa ku kerumah sakit. Melihat aku yang ikut terkapar pingsan tak dapat menerima kenyataan. Mungkin polisi itu berfikir aku juga korban, karna tubuhku juga berlumuran darah.

*** Ishida ***
Saat aku sampai dibandara, aku berlari tanpa membawa koper menuju haruajuku park, tempat kami akan bertemu. Mendapati diriku yang sudah terlambat hampir 4 jam. Aku berlari menyusuri lautan manusia. Dan akhirnya aku sampai di Harajuku park, aku terdiam, tapi mataku berlari mencari sesosok wanita. Wanita yang kucintai.
“ ‘Moshimoshi’ ‘Okaasan’ apakau melihat Cithanda Kayato?” kataku pada wanita paruhbaya, di apartement Kayato.”
“Ia sedang di rumah sakit, polisi menemukannya terkapar dan berlumuran darah di samping pria.” Tanyanya, raut wajahnya sedih pelupuk matanya mengalirkan air yang mulai membasahi pipinya.
“dimana letak rumah sakitnya?!” desakku.
“di MA*RS, Shibuya, sampaikan salamku padanya.” Katanya di sela desah tangisnya.
“Terimakasih Okaasan!” kataku sambil membungkukkan badan. Aku berlari menuju Harajuku Street dan pergi ke Shibuya. Memasuki MA*RS dan menuju meja Informasi. Dengan nafas yang terengah – engah au mulai bertanya.
“di mana ru hosh.. ruangan Ci hosh.. Cithanda Kayato, kor Hosh.. ban di Harajuku street malam ini?!” tanyaku terengah – engah.
“Cithanda Kayato? Dia ada di ruang 208 lantai dua” kata perawat itu.
“terimakasih.” Aku membungkuk dan berlari menuju lantai dua membuka pintu dan meliat sosok gadi tertidur pulas, tanpa luka sedikit pun, gadi itu membuka matanya dan menengok kearahku.
“Ishida-kun!!” teriaknya sambil berlari menujuku.
“Kayato-Chan!!” aku tak berterik, tapi cukup terdengar. Aku memeluknya. Tak kuasa pertemuan kami ada di kamar 208.
“Kenapa kau embuatku cemas?!” tanyaku; “kenapa kau membuatku lama menunggu?! Aku pikir lelaki yang bertama Ishi, itu kau. Padahal aku memeluknya.” Katanya gelisah; “kau memang bodoh.

*** Kayato ***
“aku tak bodoh!” bantahku masih dalam pelukan Ishida; “Kau memeluk lelaki selain aku, itu namanya bodoh.” Katanya, nadanya datar. Tapi aku merasakan detak jantungnya.; “tapi laki – laki pertama yang kupeluk itu kamu bukan? Kau ingat 13 tahun yang lalu?” tanyaku membela; “iya aku megingatnya.” Jawabnya pelan; “terimakasih.” Kataku sambil mempererat pelukanku; “untuk?”; “karna kau tetap mencintaiku.” Kataku pelann terdngar dgp jantung yang keras, entah degp jantungku, jantungnya, atau degup jantung kami berdua; “terimakasih juga, karna kau mau menungguku.”; “aku akan selal menunggu Onissan.” Kataku pelan.
Setelah kami keluar dari rumah sakit, kami berjalan menuju restoran kesukaan kami. Disana ramai hanya tinggal 1 meja cantik di depan panggung. Terlihat banyak orang yang kukenal. Mereka mengembangkan senyumnya. Oh iya! Sebelum kami pergi ke restoran Ishida memberiku gaun merah marun se lutut dengan renda hitam, sepatu boots hitam selutut berbahan bludru, mantel hitam ber kancing merah, sarungtangan merah, topi wol merah yang lemut dengan tulisan kayato yang terukir dengan benang hitam berkilauan. Sedangkan dia memakai kaus hitam dipadu degan mantel merah berkancing hitam, jeans hitam dn boots merah, memakai sarung tangan hitam, dan tpi wol merah dengan tulisan Ishida berwarna hitam berkilau. Kami tampak serasi. Tak lupa aku menggunakan kacamata gaya ber wara hitam tak berkaca.
Kembali menuju restoran, orang yag datang saat itu adalah, keluargaku, keluaga Ishida, teman – temanku, dan teman teman Ishida. Aku merasa seperti orang bodoh yang tak tau apa – apa. Ishida mempersilahkanku duduk dan ia menuju panggung.

*** Ishida ***
Aku sudah diatas panggung, menyunggingkan senyum dan mulai berkata.
“maaf kami terlambat, aku kira acara ini akan dibatalkan setelah tau Kayato kecelakaan. Ternyata kayato baik – baik saja..” terdengar desahan ‘syukurlah’ dari banyak mulut.
aku berdeham dan melanjutkan perkataanku. “Kayato adalah gadis yang kucintai. Walau terpisah jarak beratus kilometer, namun cinta kami terikat pada pohon sakura tertua di Harajuku Park. Kini kami sudah dewasa. Bertemu di rumah sakit. Dan inilah perjalanan terakhir kami..” ku lihat Kayato memanarkan keheranan dari matanya.
“Kayato maukah kau menemnaiku seumur hidupku?” tayaku, terdengr suara gemuruh yang berkata ‘maju!! Maju!! Maju!!”

*** Kayato ***
Aku didesak untuk maju dan orang tuaku menggandengku maju ke panggung. Sampailah aku di depan kerumunan pasang mata. Terlihat wajah Ishida mantap.
“Apa jawaban mu?”; “Tidak.” Kataku tak kalah mantap, terdengar suara tak percaya dari banyak mulut. Ishida juga tak percaya.; “tidak mungkin aku menolak untuk bersamamu Onissan!” seruku sambil memeluk Ishida. Ku tau, aku tak akan malu berpelukan dengannya lagi seperti 13 tahun yang lalu. Dan inilah akhr penantianku..
PROFIL PENULIS
Ini adalah cerpen pertama saya. Mohon dimaklumi atas kesalahan dalam penulisan kata.
Terima Kasih

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © . Lintange's blog - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger