Karya Syamsul
Bimbang. Kamu tak tahu harus memilih untuk melakukan di antara dua hal.
Kamu tahu kalau dia tengah terbaring lemah di rumah sakit, kecelakaan
lalu lintas telah menimpanya kemarin sore. Kamu seolah tak bereaksi
apa-apa mendengar berita itu. Tak memutuskan untuk menjenguknya, tak
juga merasa peduli dengan keresahan yang menggerogoti relung hatimu.
Kamu jelas teringat sekali kejadian dua minggu lalu. Saat kamu
merasa dibohongi dan dia bersama seorang cowok yang kelihatannya begitu
akrab. Dan mulai perlahan kamu menghindar darinya, kalian merasa sangat
jauh, merasa tak kenal, meyapapun enggan.
|
Cinta Yang Tertunda |
Entah mengapa, walaupun hati terdalammu mengatakan masih cinta dan
kasihan, tidak mampu menggerakanmu untuk menjenguknya melihat
keadaannya. Dirimu hanya terdiam memperhatikannya dari jauh. Sibuk
dengan gejolak hati dan pikiranmu sendiri. “Apa dia pantas aku jenguk
setelah kejadian itu?” dan “Apa aku tak berperasaan, saat dia sedang
dalam musibah aku menghiraukanya?” “bagimana keadaannya sekarang?”. Tak
henti-hentinya.
Ada perasaan menggebu di hatimu untuk ingin tahu
keadaannya. Kau hanya memutuskan untuk bertanya pada orang-orang
terdekatnya. Dan mulai menghubungi mereka.
“ hallo Winda”. Kau memulai pembicaraan udara.
“iya,, hallo. Ada apa Vin?”
“emh..Debby kemaren kecelakaan yaa...?” tanya mu dengan nada lirih.
“iya. Dia tertabrak mobil saat mau nyebrang ke arah kampus” jawabnya disertai isakan tangis yang ditahan.
“trus, sekarang gimana keadaannya?” tanayamu penasaran.
“Dia
mengalami patah tulang di kaki kanannya, dan sampai sekarang dia belum
juga sadar. Kasihan banget Vin”. Jelas sahabat yang juga sekelasnya itu.
Hati mu tergetar mendengar itu, terenyuh dan terdiam.
”kenapa kamu belum juga kesini Kevin?” Winda balik bertanya.
“i..iyya, bblum sempat.” Jawabmu dengan nada terbata.
“udah ya, maksih” kamu segera menutup telepon. Dan tenggelam jauh kedalam perasaan yang membanjiri hatimu.
****
Dia
mengalami patah tulang, dia belum sadar, dengan alasan apa aku tak
kunjung menjenguknya. Pikiran itu terus membayangimu setiap saat.
Kali
ini keputusanmu telah bulat, untuk menjenguk perempuan yang pernah
memberi warna indah di kehidupanmu. Dan berusaha mangahapus ingatanmu
tentang kejadian itu, yang membuat kalian jauh.
Tapi, ingatan itu
muncul begitu nyata, seperti melihat video yang di pertontonkan ulang.
Pagi itu kamu merasa sangat bersemangat. Semangat yang tumbuh karena
diguyur tetesan-tesan cinta yang begitu membuncah, menyesaki rongga
jiwa, namun begitu indah. Kau berencana untuk menembaknya, mengungkapkan
perasaan yang tak terlukiskan pada wanita pilihanmu. Segalanya telah
dipersiapkan, waktu yang kau tunggu hingga bertahun dari kamu awal
mengenalnya.
Kamu mengirim pesan singakat padanya.
“pagi Debby, nanti sore selesei kuliah ketemu di taman ya. J”
Tak
lama kemudian ponselmu berdering, ada pesan masuk, kamu yakin itu asti
dari dia. Dan benar sms itu balasan darinya. Tidak menunggu lama
langsung terbaca balasannya.
“iya, aku juga ada perlu sama kamu. Hehe”
Jantungmu
berdetak begitu kencang, perasaan terindah yang telah diciptakan oleh
tuhan. Terasa bertahun-tahun menunggu waktu sore tiba.
****
Sekarang
kamu melangkah menuju taman setelah seharian menunggu, taman kampus
yang cukup luas dan di tumbuhi pepohonan dan berbagai macam bunga. Masih
banyak mahasiswa berlalu lalang, dan memang inilah tempat favorit di
kampus. Kamu memilih duduk di kursi panjang tepat di bawah pohon
beringin yang begitu rindang.
Dengan sabar kamu menunggu sambil memandangi mekaran bunga-bunga
taman, dan terbesitlah di pikiranmu untuk memetiknya dan akan
memberikannya pada pujaan hatimu.
Senja pun semakin menua, langit
menjadi kelabu, awan gelap menggumpal. Sang putri tak kunjung datang,
dan tak juga membalas sms mu, belum ada kabar. Kamu masih sabar
menunggu.
Rintik hujan mulai berjatuhan, hawa dingin menerobos relung
hatimu dan mulai merobohkan dinding cintamu. Taman semakin sepi. Kamu
sendiri dalam penantian. Mungkin dia tak akan datang. Perkataan yang
tiba-tiba muncul di pikiranmu. Gejolak dalam hatimu semakin dahsyat,
antara bersabar menanti dan melangkah pulang dengan membawa pilu.
Gerimis mulai deras. Rasa pedih mengguyur hatimu. Tubuhmu terasa
menggigil. Tapi itu tak seberapa dibanding kekecewaan yang menerpa
jiwamu. Pilu yang tak tertahankan.
Saat kamu mau beranjak tiba-tiba ponsel dalam jaketmu berdering, ada balasan sms.
“Kevin, aku minta ma’af ya. Aku tadi ga bisa dateng & lupa ngasih kabar. Aku ada tugas banyak banget”.
Akhirnya
kamu pulang dengan membawa sejuta perih di hati. Menampung rasa cinta
yang sekian lama terbendung dan rasa itu hanya bisa kau ungkapkan pada
hujan yang menemanimu senja itu.
Masih hujan deras. Kamu berjalan
dengan lemas dan setengah menyeret langkahmu. Tiba-tiba kau berhenti,
terhentak melihat sesosok orang yang kau tunggu sejak tadi. Dia berada
di sebuah warung kecil pinggir jalan, mungkin juga untuk berteduh. Kamu
hanya mengamatinya dari jauh, tak peduli dengan dingin yang membekukan
dirimu, hatimu.
Hujan mulai menipis. Debby akhirnya keluar dan dia ternyata bersama
dengan seorang cowok yang tak terlalu asing bagimu, ia anak kampus juga
meski kamu tak tahu namanya. Mereka terlihat bercanda ria, dan sesekali
saling bertemu pandang, hingga akhiarnya mereka hilang di tikungan,
mereka berboncengan dengan gaya yang tidak kamu suka.
Seketika itu
meski hujan telah usai, petir menggelegar dan menyambar hatimu sampai
hancur berkepnig-keping. Semua rencanamu yang kau susun dengan rapi,
perasaan indah yang lama kau bendung selama ini, dinding harapan yang
kau kokohkan selama ini, kini semua tumpah, roboh mengenai dirimu
sendiri, dan membuat luka yang begitu perih.
Kamu ingat betul apa alasannya gak bisa datang sore tadi. Tak
seperti yang barusan tertangkap kedua matamu. Tak pernah terduga bahwa
hari ini akan terjadi.
***
Mengingat itu semua, tak kuasa air
mata cowok pun meleleh. Dan setelah hari itupun kau merasa tak pernah
ingin mengenalnya. Hari-hari mu tak seperti biasanya yang di warnai
keindahan dan semangat, merasa takdir tak berpihak padamu. Hingga kau
berjuang untuk bangkit, dengan dirimu sendiri dan orang-orang
terdekatmu.
Tapi kini, keputusanmu telah bulat. Kamu akan menjenguknya dan
melihat langsung bagaimana keadaannya. Setelah usaha kerasmu untuk
menstabilkan perasaanmu. Pedih. Namun dimana rasa kasih dan pedulimu
sebagai seorang teman. Ya, hanya teman. Yang tak pernah sempat
menyatakan cintanya. Kasih tak sampai.
Hari ini kamis sore, setelah
pulang kuliah nanti kamu berencana menjenguknya. Setelah pulang ke kost
terlebih dahulu tentunya, untuk mandi dan segala persiapan lain.
Sekarang saatnya berangkat, semua telah siap. Sentuhan kecil membuatmu
terkejut. Ternyata langit kelabu itu datang lagi, di hari dan waktu yang
sama persis, gerimis mulai menetes semakis deras. Membuat tubuhmu beku
dan basah oleh guyuran air hujan, namun fikiranmu melayang jauh sampai
hari itu, hari yang membuat harapanmu hancur berkeping.
Akhirnya tertunda keinginanmu untuk menjenguknya. Karena hujan. Ohh
tidak, lebih tepatnya karena perasaanmu yang pilu saat hujan itu datang.
Dan mengingatkanmu akan peristiwa sebulan lalu di taman kampus.
Peristiwa yang tak pernah bisa kamu lupakan dalam hidupmu. Bahkan tak
pernah terbesit dalam hatimu untuk memaafkannya.
Dan sekarang dari kamar hanya mendengarkan suara-suara rintik hujan
yang menyakitkan bagimu. Yang bahkan orang lain beranggapan bahwa hujan
adalah suara termerdu yang membawa keromantisan. Namun itu tidak berlaku
bagimu, yang ada hanya kenangan pedih.
Lalu kamu sumbatkan earphone ke dalam kedua telingamu. Meluapkan perasaanmu lewat lirik-lirik lagu.
***
Hari
ini kuliahmu libur, minggu tenang menjelang ujian semester. Artinya
nganggur memang tidak ada agenda apapun. Akhirnya kamu meraih ponsel
yang sejak tadi menempel pada charger. Dan satu yang terfikir dalam
benakmu. Menelpon Winda, dan bertanya perkembangan Debby.
“hallo”
“iya. Hallo”
“eh..Deby gimana keadaanya sekarang, udah ada perkembangan?”
“iya. Alhamdulillah, udah ada sedikit perkembangan dia udah siuman.”
“apa.udah siuman.?” Tanyamu dengan nada sedikit kaget
“iya., sejak tadi malam. Bagus dong, kok kedengrannya kaget gitu”
“ya
syukur deh,, ikut seneng kok”. Kamu seharusnya memang senang
mendengarnya, namun di sisi lain, nanti saat kamu menjenguknya apa kuat
menatap wajahnya, matanya.
“lha kamu kapaan kesininya Vin?” tanya Winda.
“rencananya sih kemaren sore, udah siap-siap berangkat padahal, tapi mlah hujan kok. Mungkin Ntar malem”
“oke deh..sip”
Telepon putus.. tut.. tut..
Senja
menenggelamkan mentarinya. Langit tampak merah kuning begitu menawan.
Tak ada mendung. Tak ada hujan seperti kemaren. Malam tiba, langit pun
cerah berhias kerlip bintang gemintang ditemani bulan sabit yang begitu
anggun. Kau segera mengeluarkan si kuda besi dari kandangnya dan siap
untuk berpacu. Menerobos dingin malam.
Jalanan kota masih ramai. Lampu kota yang begitu terang tampak elok
saat malam. Dengan sepenuh hati kamu berusaha memaafkannya dan berharap
semua akan kembali seperti semula. Kamu pun berhenti di sebuah mini
market untuk membelikan es krim coklat dan buah pir kesukaan Debby.
Karna memang telah lama kamu mengenalnya dan banyak tahu tentang dia,
dan keluarganya.
****
Sampai di rumah sakit. Kamu memarkirkan
kendaraanmu itu. Menuju ke dalam, bertanya ruangan Debby dirawat. Suster
memberitahumu dia dirawat di ruang flamboyan,. Dengan hati berdegup
kamu melangkah keruangan yang dimaksud.
Dari luar kau amati dalam
ruangan itu melalui kaca pintu. Ohh.ternyata sepi, hanya beberapa
oarang menungguinya. Kamu meraih gagang pintu dan pelan-pelan membukanya
sambil menstabilkan degup jantungmu.
“malam tante, Debby.” kamu mulai menyapa seorang ibu yang berada di samping Debby.
“malem, silahkan, silahkan duduk sini.” sambut ibunya itu denga ramah.
Debby masih terdiam. Masih terlihat lemas. Dan kamu masih agak menghindari kontak mata dengannya.
“ temen kampus ya?” tanya ibunya sambil merapikan meja ruangan.
“iya
tante”. Perlahan kau arahkan pandanganmu pada seorang yang sedari tadi
diam. Dan kamu memulai membuka mulut untuknya. Mengatur nafas.
“hai, gimana keaadaanmu sekarang?” nada yang sangat terdengar gugup.
“yah beginilah, kaki kananku mengalami keretakan pada tulangnya. Tapi syukur kata dokter bisa sembuh tanpa di amputasi”
“
duh,, kasihan banget ya, ya syukur kalo gitu. Emh lha kira-kira sampai
kapan bisa smbuh total?”. Lebih tenang, dari awal pembicaraan tadi.
“kata dokter sih mungkin sampai dua bulanan. Dan masih menunggu untuk boleh rawat jalan”
“owh..ga terlalu lama juga ya. Lha mulai kapan bisa rawat jalan?”
“eh.. lama ya, gimana dengan kuliahku. Mungkin dua minggu lagi”
“udah,, sakit kok masih mikirin kuliah, yang penting kamu sembuh dulu. Emh gitu.”
“hemb..iya deh., eh kamu apa kabar kok kayaknya kemaren kemaren menghilang gitu”
Dag..dig..dug.. jantung mu bergetar hebat mendpat pertanyaan seperti itu darinya.
“ah.. ga kemna mana kok, nih masih utuh ga ada yang ilang hehe.” Kamu menutupi jawaban itu dengan canda.
“hehe
iya ya”.. ia membalas tawa. Kalian tertawa bersama. Hal indah yang
sudah lama tak terjadi. Sejak setelah hari itu tentunya.
***
Ditengah obrolan kalian, tiba-tiba ada suara langkah kaki mendekati pintu dan membuyarkan bincang-bincang itu.
“eh.ada
tamu ya. Malem mas” sapa lelaki itu. Kamu sangat yakin dan tidak lupa
bahwa dia yang bersama Debby di warung sore itu dan memboncengkannya.
Terdiam sebentar.
“iya..malem juga” balasmu pelan dan masih tak menyangka dia ada disini.
“eh,, Kevin..datang juga kamu..hehe” suara seorang perempuan yang tidak terlalu asing bagimu. Winda.
“ohh..iya dong.”
“udah lama ya?”
“ah gak kok baru beberapa menit yang lalu.”
“ehh..Kevin
ini kenalin David, dia baru di kampus kita” Winda mengenalkanku dengan
cowok itu. Aku hanya terdiam belum memberi reaksi apapun sembari melihat
cowok itu yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya.
“dia masih sepupunya Debby”. Winda menambahi lagi.
“owh..kenalkan aku Kevin” sambil mengulurkan tanganmu.
“David” jawabnya singkat.
Tiba-tiba Debby meraih tanganku dan di tariknya agar telingaku mendekat padanya. Dia akan memberitahu sesuatu.
“Vin,
mereka baru jadian lho” bisiknya dengan suara agak keras. Memang tidak
cuma untuk memberitahuku. Pada orang seluruh isi ruangan.
“owh..baru
tahu aku, pacar baru nih hehe”. Kamu menggoda Winda yang senyum-senyum
setelah mendengar perkataan Debby. Namun, dalam hatimu. Ternyata
kejadian itu, sore itu, cowok itu. Ooh ..ya tuhan.. tak seperti yang aku
fikirkan selama ini.
“aku tak salah menemukan bidadariku..hehe.” David menyahuti.
“trus kalian kapan jadian, nunggu apalagi”. Winda menggoda, menunjuk kamu dan Debby dengan matanya.
Seisi
ruangan tertawa. Termasuk ibunya Debby yang dari tadi duduk diam
mengamati kami. Aku tertawa kecil. Dan akhirnya kalian berdua bertemu
pandang. Saling menatap. Melihat jauh kedalam perasaan hati
masing-masing. Lalu kalian tersenyum. Indah. Bersama. Menghapus total
pedihmu selama ini.
Sekian.